Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah
satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita
mewujudkan Indonesia ke
depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi
politik tahun1960-an yang mengharuskan mahasiswa
turut andil dalam
mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia.
Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya
Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen
dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).
Latar belakang pembentukan PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir
karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya
organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat
kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi
Ahlusssunnah wal Jama’ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan
sebagai penyebab berdirinya PMII:
- Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia
dalam kurun waktu 1950-1959.
- Tidak menentunya sistem pemerintahan dan
perundang-undangan yang ada.
- Pisahnya NU dari Masyumi.
- Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung
di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
- Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada
(Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan
keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan
organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi
mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat
dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang
berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Organisasi-organisasi pendahulu
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits
Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul
Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi
mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan
PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24
Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan
memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul
kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun
kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai
langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di
Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang
diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU
dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program
organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh
mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu
para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu
diawasi oleh PP IPNU.
Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi
mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar
(KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini
kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU
secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa,
KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian
organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
- A. Khalid Mawardi (Jakarta)
- M. Said Budairy (Jakarta)
- M. Sobich Ubaid (Jakarta)
- Makmun Syukri (Bandung)
- Hilman (Bandung)
- Ismail Makki (Yogyakarta)
- Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
- Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
- Laily Mansyur (Surakarta)
- Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
- Hizbulloh Huda (Surabaya)
- M. Kholid Narbuko (Malang)
- Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu
Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum
PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
Deklarasi
Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah
mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya.
Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung,
Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat
Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama
organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau
Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII.
Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali
dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya
disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi
“Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan
sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil
ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut
diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII.
Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau
bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
Independensi PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah
naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU.
PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun
fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde
Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan
partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi-
organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK,
maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di
Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun
(terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di
Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak
lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini
berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan.
Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan
Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir
ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya,
keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk
direnggangkan.
Makna Filosofis
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu
“Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang
dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa
bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam
sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut
upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan
agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas
kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda
yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas
diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan
dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut
terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan
tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa
dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami
dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan
terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan
yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin
sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan
transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai
segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan
perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya
demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar